Menyusuri Tuwou, Tempat Eksotis di Pedalaman Segah (2 - Habis)
Memancing Ikan Sapan yang Bikin Deg-degan
![]() |
Agus Tantomo beserta putrinya Nabila. |
Selain Gunung Lumut, kawasan Sungai Tuwou, di Long Sului,
Kecamatan Segah, ternyata juga menyimpan keseruan wisata tersendiri. Lokasi ini
bisa menjadi objek liburan memancing ikan sungai yang bikin deg-degan.
Deru suara mesin ketinting sontak memecah keheningan
pedalaman Sungai Tuwou. Suara derasnya arus sungai, sontak tak bisa lagi
dinikmati. Mesin yang digunakan untuk menggerakkan perahu di kawasan ini,
rata-rata berkapasitas besar.
![]() |
Warga Segah ini berhasil memboyong hasil tangkapan ikan sapan. |
Jika motor masih menggunakan satu piston, mesin yang
digunakan di perahu ini rata-rata dengan dua piston, agar menghasilkan tenaga
besar. Tenaga besar itu sangat diperlukan, agar baling-baling perahu bisa
berputar maksimal melawan derasnya arus sungai.
Suara mesin perahu yang cukup memekakkan telinga itu, tak
urung membuat ratusan kelelawar terbangun, dan keluar dari sarangnya. Maka pagi
itu, sembari menyusuri hulu sungai, kami juga bisa menikmati pemandangan ratusan
kelelawar berukuran cukup besar yang sedang terbang bebas. Andai bisa melihat
wajah kelelawar itu, mungkin mereka kesal, karena tidurnya terganggu nyaringnya
suara mesin perahu yang kami tumpangi.
Satu perahu hanya bisa diisi empat orang. Ditambah satu juru
mudi dan satu juru batu. Maka kapasitas maksimal setiap perahu hanya enam
orang. Lebih dari itu, perahu akan sarat muatan, dan cukup sulit melawan
derasnya air sungai. Belum lagi saat ke hulu, posisi sungai agak menanjak
dengan bebatuan di dasar sungai. Tentu saja hal itu sangat menyulitkan perahu
untuk bisa melintasinya.
Sesekali, deru suara mesin meningkat berlipat ganda, ketika
mesin di-gas penuh, agar bisa menanjak di jalur bebatuan. Itu pun dibantu oleh
juru batu yang berada di haluan perahu, untuk menghalau batu-batu di hadapannya
dengan menggunakan sebatang kayu. Sesekali juru batu berganti senjata dengan
sampan, untuk mengarahkan haluan perahu.
![]() |
Wabup Agus Tantomo membakar ikan hasil tangkapan. |
Begitu kandas, mau tidak mau, juru mudi dan juru batu harus
turun, menarik perahu agar lepas dari bebatuan tersebut. Penumpang pun sesekali
mau tidak mau harus turun, membantu menarik perahu agar lepas dari kandas.
Beberapa perahu pun sempat mengalami insiden berupa
baling-baling yang patah karena terkena bebatuan. Beruntung, mereka selalu
membawa baling-baling cadangan, sehingga perahu bisa terus digerakkan. Saat
menabrak batu, kami pun merasakan hentakannya. Juga diliputi rasa khawatir, jangan-jangan batu itu memecahkan perahu yang kami tumpangi.
Wakil Bupati Berau H Agus Tantomo bersama putrinya,
menumpangi perahu yang dikemudikan kepala adat Long Sului, Belakai. Mesti
kepala adat itu memiliki perawakan di atas rata-rata, namun nyatanya, begitu
lincah mengemudikan perahunya. Sang kepala adat pun sangat sigap saat harus
turun dan mendorong perahunya lepas dari jeratan bebatuan.
Setelah berjuang menyusuri derasnya arus sungai, akhirnya
kami tiba di lokasi yang konon katanya banyak ikan di dasarnya. Dengan pancing
yang sudah disiapkan, Agus Tantomo pun tak mau ketinggalan ikut memancing.
Sementara sebagian rombongan lain ada yang menggunakan pemanah ikan serta
menjala. Yang penting, jangan sampai ada yang menggunakan bom ikan, racun atau
setrum. Ini penting, agar habitat ‘ikan raja’ ini tetap terjaga.
Pencarian lokasi yang melelahkan ditambah dengan perjuangan
memancing dengan semangat 45, akhirnya terbayar setelah satu demi satu ikan sapan
berhasil ditarik ke permukaan. Tak mau menunggu lama, ikan sapan itu pun langsung
dibakar, dan dinikmati dengan nasi yang sudah dibawa sebelumnya. Tanpa bumbu
yang aneh-aneh, cukup garam dan sambal, ternyata ikan ini memang benar-benar
nikmat. Tekstur dagingnya lembut dan terasa manis. Tapi hati-hati saat makan,
karena durinya cukup banyak, seperti ikan bandeng.
Meski lokasinya di pedalaman dan sulit dijangkau, nyatanya
tak sedikit orang yang tergiur berburu sapan untuk dijual kembali. Konon cerita
dari warga setempat, ikan itu dijual hingga ratusan ribu per kilogram. Dan ternyata
di negara tetangga, ikan ini harganya fantastis, bisa sampai jutaan rupiah per
kilogram.
Ikan air deras tersebut memang menjadi hidangan istimewa di
banyak restoran negara tetangga. “Mudah-mudahan, warga di Segah tidak seperti
di daerah lain yang menjual ikan ini sampai ke luar negeri. Harus dijaga
kelestariannya, sehingga ikan ini bisa terus dinikmati,” harap Wakil Bupati
Berau Agus Tantomo.
Sungai-sungai di Kalimantan, termasuk di Berau menjadi habitat utama jenis ikan sapan yang
juga dikenal dengan nama ikan mahseer. Ikan ini termasuk dalam
spesies Tor
soro (red mahseer). Ada yang menyebutkan dengan ikan kelah, ikan
semah atau ikan tebelaq.
Selain ikan sapan, ikan yang
juga ada di sungai ini adalah ikan hampala. Kami pun sempat casting ikan
hampala saat perjalanan pulang dengan perahu. Saat pulang, mesin perahu tidak
lagi dihidupkan. Perahu dibiarkan mengikuti derasnya arus sungai. Mesin baru
dihidupkan saat akan melintasi bebatuan yang cukup terjal.
Saat perahu mengikuti arus
sungai itulah, kami bisa kembali memancing. Hasilnya cukup lumayan, bisa
dinikmati malam hari dengan cara dibakar, di depan tenda perkemahan. Jadi,
kapan Anda berencana memancing ke lokasi ini? (*)
Tidak ada komentar: