Header Ads

BBC Ads
Breaking News
recent

"Paspor" Biru untuk Agus Tantomo



Mappasikra


HITUNGAN mundur sudah mulai berdentang. Hari berganti dan terus berganti. Bulan September 2020, ibarat jauh di mata tapi dekat dan mendebarkan hati. Kabupaten Berau, Kalimantan Timur salah satu yang ikut pesta demokrasi. Mencari pemimpin baru.

Padahal, pada 16 Februari 2020 lalu, barulah memasuki tahun ke empat setelah  Pemilihan kepala daerah. Pasangan Muharram (Bupati) dan Agus Tantomo (Wakil bupati), Pilkada lalu tampil sebagai pemenang. Awalnya mereka berdua berjanji 'sehidup semati'.

Politik memang punya rumus sendiri. Rumus yang tidak  dipahami banyak orang. Termasuk, seluruh masyarakat. Betapa tidak ? Barulah menyelasaikan tugas di tahun ke tiga, keretakan sudah nampak. Rumusnya yang salah? Hanya mereka berdua yang tahu.


Di banyak kesempatan, dengan jelas mereka menyatakan 'perceraian'. Bahkan dengan tegas pula menyebut telah jatuh 'talak' tiga. Tak ada jalan lagi untuk rujuk. Banyak saja pihak yang ingin 'merujukkan' mereka berdua. Tetap kukuh dalam pendirian. Kalau diibaratkan lagu Cita Citata, judulnya 'sakitnya tuh di sini'.

Pemilihan anggota legislatif, memunculkan dua partai yakni Partai Nasdem dan Partai Golkar meraih sebanyak enam kursi. Meski jumlah kursi yang sama, Nasdem muncul sebagai pemenang dengan raihan 22.379 suara. Partai Golkar juga mendapat 6 kursi hanya meraih 19.346 suara.

Posisi ke tiga PPP dengan 4 kursi sama dengan PKS, PDIP 3 kursi, Partai Demokrat juga 3 kursi, Partai Gerindra 2 kursi sementara Partau Hanura dan PAN masing-masing 1 kursi. Semuanya 30 kursi di DPRD Berau.

Di sini pangkal masalahnya. Ketika bicara siapa figur yang akan tampil pada Pilkada September nanti, rumus politik pun mulai bekerja.

Agus Tantomo (kanan) menyambut kedatangan Akbar Tanjung.
Talak Tiga sudah diketok.  Muharram yang berasal dari PKS yang hanya 4 kursi, tak ada lagi harapan bergabung sesama partner petahana Agus Tantomo. Partai Golkar, juga merasa 'di atas angin'.  Karena punya 6 kursi, sebagai syarat untuk memajukan calon Bupati dan wakil Bupati.  Sama dengan Nasdem yang juga ada modal 6 kursi.

Calon lain memang bermunculan. Sebutlah nama Taupan Majid, yang katanya sudah dalam pelukan PDIP. Ada juga nama Gamalis, yang nota bene sebagai 'pemilik’ partai berlambang kakbah. Ada nama Rusianto, dari Partai Gerindra. Dari Partai Golkar ada dua srikandi Seri Marawiyah dan Syarifatul Sadiah.

Lalu bagaimana rumusnya? Kalau rumus poilitik, bisa saja disusun seperti skema pertandingan sepakbola sistem setengah kompetisi.

Ada yang menggandengkan Seri Marawiyah berpasangan dengan Taupan Majid? Lalu, pasangan Muharram dengan Syarifatul Sadiah. Bagaimana ceritanya? Ada juga yang mem-frame Muharram dengan Rusianto (Gerindra). Muharram dengan Rusianto, sangat bisa terjadi.

Sedikit catatan, Seri Marawiyah dan Syarifatul Sadiah, dua srikandi yang harus 'adu' kuat. Adu kuat untuk mendapatkan restu dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Syarifatul memang istri ketua DPD Partai Golkar Berau. Jangan salah, Seri Marawiyah juga isteri ketua DPRD Kaltim yang mantan ketua DPD Partai Golkar Berau dan sedang siap-siap tampil sebagian kandidat kuat ketua DPD Partai Golkar Kaltim. Ayo, kuatan mana coba?

Sebetulnya, bila melihat ke bagian dalamnya, akan membuat banyak orang terheran-heran. Sudahkah mereka memegang 'paspor' dari masing-masing partainya. Baik yang akan tampil sebagai bupati maupun wakil bupati ?

Mereka sibuk menyatakan akan maju menggunakan 'perahu' partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerindra, PDIP. Tapi, secarik kertas dari pimpinan partai (DPP) belum ada di tangan ?

Baru satu calon yang sudah memegang ‘paspor’. Warna  biru lagi.  Yakni, Agus Tantomo yang sekarang menjabat wakil Bupati Berau. Yang jadi 'korban' perceraian sang bupati. Sudah sejak lama Partai Nasdem sudah memberikan rekomendasi padanya untuk tampil sebagai calon bupati.

Dengan tegas dalam keterangan 'paspor' biru berlambang Nasdem itu, maju sebagai Bupati Berau 2020-2024. Dengan modal 6 kursi sebagai syarat mengusung calon sendiri. Pasangannya siapa? ‘paspor’ biru itu hanya menyebut gender perempuan.

Karenanya, kejar dulu. Dapatkan dulu 'paspor' dari masing-masing partai. Tak perlu berpolemik di daerah. Yang menentukan adalah Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Bila perlu, tongkrongi kantor DPP masing-masing.

Kalau sudah pegang 'paspor' barulah bisa bicara siapa berpasangan siapa.  Barulah bisa tersenyum.  Seperti senyum  Agus Tantomo yang terpampang di ribuan baliho yang beredar di kampung-kampung. (*)

Catatan: Mappasikra (Daeng Sikra)

Tulisan ini telah dimuat di Kompasiana. 

Tidak ada komentar:

BeritaBerau99@gmail.com. Diberdayakan oleh Blogger.